Karier Dhyoti Basuki dimulai ketika dia mendapatkan job training dari PR (Public Relation) consulting firm Indo Pacific Reputation Management Consultant. Lulusan ilmu politik Universitas Parahyangan ini, memulai dunia PR dari dasar. Ia belajar 101 kemampuan dalam mengelola bidang ini, mulai dari belajar membuat undangan untuk media, follow up media untuk datang ke acara sampai membuat proposal pitching ke klien dari berbagai macam industri. Di perusahaan konsultan tersebut, Dhyoti mengaku banyak belajar tentang seluk beluk dunia PR.
Setelah empat tahun di perusahaan consulting, ia mendapatkan tawaran dari Hotel Mulia Senayan untuk mengisi jabatan sebagai Senior PR Officer. Kemudian, ia pun ingin meningkatkan jenjang karirnya, dengan menerima tawaran dari perusahaan Frisian Flag Indonesia, dan dipercaya sebagai PR Manager. “Mereka adalah bekas klien saya sewaktu di Indo Pacific dan mereka berencana untuk membuat divisi PR. Jadi tugas saya ketika itu adalah membuat dari awal fungsi divisi PR di perusahaan tersebut,” kata Dhyoti. Lalu setelah empat tahun di Frisian Flag, ia dihubungi perusahaan headhunter dari Malaysia untuk posisi PR di Intel Indonesia Corporation. Sejak akhir 2008 sampai saat ini, ia menjabat sebagai Head of PR di Intel Indonesia Corporation.
Penampilan Menarik Bukan Hal Utama
Dhyoti mengaku jatuh cinta pada dunia PR sejak pertama kali berkecimpung di bidang tersebut. Dan menurutnya, untuk menjadi PR bukan hanya harus berpenampilan menarik, tapi juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan menulis, kemampuan berpikir yang strategis untuk membangun citra positif dan menjaga nama baik perusahaan. Di samping itu, menjalin hubungan baik dengan media dan dunia luar juga wajib dilakukan. “Saya pikir seorang PR harus pandai bergaul dan senang berinteraksi dengan orang-orang. Seperti wartawan, mitra bisnis perusahaan, pejabat pemerintah, rekan-rekan kantor, dan lain sebagainya,” ujar Dhyoti.
Bagi Dhyoti, fungsi PR itu dirasa cukup penting, terutama guna menunjang kegiatan divisi lain di dalam sebuah perusahaan. Dimana seorang PR dengan ruang lingkup bidangnya, harus bisa meyakinkan publik dengan citra positif, akan produk atau nama baik perusahaan. “Seorang PR itu, memiliki tanggung jawab pekerjaan yang cukup kompleks tapi mengasyikkan. Kita harus bisa meyakinkan pemangku kepentingan pada internal perusahaan dan juga ikut berpikir dalam melakukan sesuatu untuk membantu memasarkan sebuah produk perusahaan dalam mempengaruhi konsumen,” tutur Dhyoti.
Meskipun PR merupakan bidang yang menyenangkan bagi Dhyoti, bukan berarti ia tak pernah menghadapi kendala dalam pekerjaannya. Menurutnya, justru seorang PR menjadi garda terdepan, ketika perusahaan menghadapi sebuah masalah. Namun, ia tidak ingin meletakkannya sebagai sebuah kesulitan yang harus ia hadapi, tetapi malah sebuah tantangan yang harus ia pecahkan dalam melakukan pekerjaan. “Saya pikir semangat dalam bekerja merupakan motivasi terbaik dalam melakukan sebuah pekerjaan. Semangat dalam bekerja akan membuat Anda terampil dalam menghadapi situasi sulit atau tantangan dalam pekerjaan Anda,” imbuh Dhyoti.
Dhyoti menambahkan, bahwa ke depannya bidang public relation ini akan menjadi sebuah bidang yang cukup diminati. Kebutuhan perusahaan terhadap bidang yang satu ini, belakangan menjadi salah satu kebutuhan yang cukup penting bagi sebuah perusahaan. Sekitar tahun 2001, Dhyoti melihat bahwa tidak banyak perusahaan lokal atau multi nasional yang benar-benar menyadari fungsi PR pada sebuah perusahaan. Dimana mereka masih melihatnya sebagai fungsi pendukung. Tapi saat ini, perusahaan benar-benar berubah dan banyak yang telah melihat PR sebagai fungsi strategis dan kebutuhan yang cukup penting bgai kemajuan perusahaan. Bahkan menurutnya, saat ini banyak perusahaan yang memposisikan divisi PR menjadi bagian dari pengambil keputusan dalam sebuah bisnis. “Semua profesi, memiliki fungsi masing-masing. Semua saling berkaitan satu sama lain dan sama pentingnya, bagi kemajuan sebuah perusahaan,” tandas wanita yang gemar olah raga dan travelling ini.